Peter Beck mengatakan bahwa ia ingin menciptakan "pengalaman bersama".
Wellington - Bentuknya nyaris mirip dengan "bola disko", hanya saja ukurannya jauh lebih besar. Bisa dibilang, inilah "bola disko" raksasa.
Benda itu bisa dilihat dengan mata telanjang saat menyapu langit senja Selandia Baru.
Benda itu bisa dilihat dengan mata telanjang saat menyapu langit senja Selandia Baru.
Bola tersebut diluncurkan oleh perusahaan rintisan (start up) Amerika Serikat, Rocket Lab, yang baru-baru ini mengorbitkan roket perdananya, Elektron, dari Semenanjung Mahia, North Island, pada hari Minggu.
Rocket Lab menyebut bola raksasa itu sebagai humanity star atau bintang kemanusiaan.
Perusahaan kedirgantaraan Amerika Serikat itu mengatakan bintang buatannya adalah usaha untuk menciptakan pengalaman bersama bagi semua orang di muka Bumi.
"Tidak peduli dari mana asal Anda atau apa yang terjadi dalam hidup Anda, setiap orang bisa melihat bintang kemanusiaan di langit malam," kata CEO Rocket Lab, Peter Beck, dalam sebuah pernyataan, dilansir, Kamis (25/1/2018).
"Harapan saya, yaitu ketika semua orang melihatnya (bintang kemanusiaan), mereka akan melihat hamparan alam semesta yang luas dan berpikir sedikit berbeda tentang kehidupan, tindakan apa yang berguna bagi kemanusiaan," ujarnya.
Bintang kemanusiaan adalah bola geodesik yang dibentuk dari serat karbon dengan 65 panel yang sangat reflektif.
Bintang ini mengitari Bumi setiap 90 menit dan seharusnya bisa terlihat di langit malam, saat mentari terbenam atau menjelang terbitnya matahari dari bawah cakrawala.
Rocket Lab mengatakan, bintang kemanusiaan tidak akan mengorbit lama.
Benda tersebut diperkirakan akan membusuk dalam beberapa bulan mendatang. Gravitasi akan menariknya ke atmosfer Bumi, lalu membakarnya.
Tidak Disukai Astronom
Peluncuran Elektron Hari Minggu dari Semenanjung Mahia, Selandia Baru. (Rocket Lab)
Ini bukan pertama kalinya sebuah objek diluncurkan karena sifatnya yang reflektif.
Proyek Znamya milik Rusia bereksperimen dengan cermin ruang angkasa pada 1990-an.
Selain itu, Rusia tahun lalu memasang sebuah satelit kecil yang dirancang untuk menyebarkan reflektor piramidal, meski tampaknya gagal.
Seniman Amerika Serikat, Trevor Paglen, saat ini sedang mengerjakan patung masa depan di luar angkasa, berbentuk balon berlian raksasa.
Sekali lagi, benda ini bisa dilihat dengan mata telanjang dari Bumi.
Astronom profesional biasanya mengambil pendapat terbalik dari proyek semacam itu. Mereka tidak menyukai benda-benda buatan yang terang yang melintasi orbit.
Pasalnya, objek tersebut menghalangi pandangan mereka terhadap bintang-bintang.
Jonathan McDowell, seorang pelacak satelit dan astronom di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, berkomentar: "Ironisnya adalah tempat itu (angkasa) kurang tepat untuk pengamatan, karena terlalu rendah di cakrawala langit senja Selandia Baru dan tidak terlihat dari Amerika Serikat sampai Maret, jika benda buatan itu bertahan lama."
Rocket Lab menyebut bola raksasa itu sebagai humanity star atau bintang kemanusiaan.
Perusahaan kedirgantaraan Amerika Serikat itu mengatakan bintang buatannya adalah usaha untuk menciptakan pengalaman bersama bagi semua orang di muka Bumi.
"Tidak peduli dari mana asal Anda atau apa yang terjadi dalam hidup Anda, setiap orang bisa melihat bintang kemanusiaan di langit malam," kata CEO Rocket Lab, Peter Beck, dalam sebuah pernyataan, dilansir, Kamis (25/1/2018).
"Harapan saya, yaitu ketika semua orang melihatnya (bintang kemanusiaan), mereka akan melihat hamparan alam semesta yang luas dan berpikir sedikit berbeda tentang kehidupan, tindakan apa yang berguna bagi kemanusiaan," ujarnya.
Bintang kemanusiaan adalah bola geodesik yang dibentuk dari serat karbon dengan 65 panel yang sangat reflektif.
Bintang ini mengitari Bumi setiap 90 menit dan seharusnya bisa terlihat di langit malam, saat mentari terbenam atau menjelang terbitnya matahari dari bawah cakrawala.
Rocket Lab mengatakan, bintang kemanusiaan tidak akan mengorbit lama.
Benda tersebut diperkirakan akan membusuk dalam beberapa bulan mendatang. Gravitasi akan menariknya ke atmosfer Bumi, lalu membakarnya.
Tidak Disukai Astronom
Peluncuran Elektron Hari Minggu dari Semenanjung Mahia, Selandia Baru. (Rocket Lab)
Ini bukan pertama kalinya sebuah objek diluncurkan karena sifatnya yang reflektif.
Proyek Znamya milik Rusia bereksperimen dengan cermin ruang angkasa pada 1990-an.
Selain itu, Rusia tahun lalu memasang sebuah satelit kecil yang dirancang untuk menyebarkan reflektor piramidal, meski tampaknya gagal.
Seniman Amerika Serikat, Trevor Paglen, saat ini sedang mengerjakan patung masa depan di luar angkasa, berbentuk balon berlian raksasa.
Sekali lagi, benda ini bisa dilihat dengan mata telanjang dari Bumi.
Astronom profesional biasanya mengambil pendapat terbalik dari proyek semacam itu. Mereka tidak menyukai benda-benda buatan yang terang yang melintasi orbit.
Pasalnya, objek tersebut menghalangi pandangan mereka terhadap bintang-bintang.
Jonathan McDowell, seorang pelacak satelit dan astronom di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, berkomentar: "Ironisnya adalah tempat itu (angkasa) kurang tepat untuk pengamatan, karena terlalu rendah di cakrawala langit senja Selandia Baru dan tidak terlihat dari Amerika Serikat sampai Maret, jika benda buatan itu bertahan lama."
- 2 Iklan Ini Tertawakan Istilah 'Negara Lubang Dubur' yang di Sebut Donald Trump
- Sungguh Beruntung, Pria AS Menang Lotre 3 Kali dalam 3 Bulan
- 60 Tahun Terjebak dalam Pohon, Bangkai Anjing Ini Tetap Utuh
- MENCARI HADIAH VALENTINE MENGESANKAN? COBA KECOAK MADAGASKAR!
- BOBOL AKUN TWITTER JURNALIS, HACKER KIRIM PESAN KE DONALD TRUMP4
- EFEK MUTASI GENETIK YANG JARANG DISADARI MANUSIA
Comments
Post a Comment